a)
Kurt Lewin, Sekilas
biografi tokoh
Lewin memperoleh gelar Ph.D. di bidang Psikologi dari
Royal Friedrich-Wilhelms University of Berlin. Teori psikologi Lewin telah
terpengaruh dari studi terdahulunya mengenai pengobatan, matematik dan
khususnya fisika. Lewin juga dipengaruhi langsung oleh professor filsafatnya
bernama Ernst Cassier yang mengilhami Lewin dalam ilmu filsafat. Meskipun Lewin
memperoleh gelar doktornya di University of Berlin dan mengajar di sana setelah
Perang Dunia I, ia bukan seorang Gestalist yang fanatik. Psikologi gestalt
menyelidiki proses subjective pengalaman individual; secara keseluruhan, pada
bagaimana individu merasakan lingkungan mempengaruhi perilaku individu.
Sebaliknya Lewin tertarik pada kekuatan yang mengarahkan tindakan individual.
Dalam proses memperoleh gelar doktornya, Lewin
terlibat dalam Perang Dunia I sebagai seorang prajurit Jerman, tapi kemudian ia
tertembak dan dirawat di rumah sakit. Selama periode ini Lewin memanfaatkan
waktunya untuk menulis “The War Landscape” dipublikasikan tahun 1917 dan
tesisnya mengenai “Habilitation”. Tahun 1921 Lewin mulai mengajar di Psychological
Institute di University of Berlin sebagai pengajar tidak tetap dan mulai
mengembangkan reputasi akademisnya melalui serangkaian eksperimen penting yang
dilakukan oleh mahasiswa doktornya. Selama 1920-an, Lewin mulai memformalkan
bidang teorinya yang juga disebut ‘group dynamics and topological
psychology’ dari Lewin).
Ketika mengembangkan teorinya, Lewin meminjam teori
dari fisika (sebagai contoh apa yang disebut orang ‘field of magnetic force’)
tapi tidak diterapkankannya secara keseluruhan. Malahan ia mengambil konsep
fisika dan memberikannya makna khusus untuk psikologi. Misalnya ketika ia
menggunakan istilah valence, vector dan barrier. Sumbangan Lewin bagi
bidang psikologi di Amerika yaitu mengenai subjektivisme pada tahun 1930-an.
Termasuk di antaranya Edward C. Tolman dan Kurt Lewin menawarkan tipe kognitif
alternatif pada behaviorisme Clark Hull merupakan pusat pembelajaran S-R dan
berpedoman pada teori Freudian. Sumbangan Tolman “the cognitivist for
experimental psychology” dan Lewin “the cognitivist for social
psychology”, mempelopori pendekatan kognitif pada psikologi sampai
sekarang.
Bahasan Lewin mengenai kognitif mendekatkan posisi
teoritisnya pada ilmu komunikasi sebagai produk dan keaslian komunikasi. Apa
yang ada dipikiran manusia merupakan sebuah produk penerimaan komunikasi, dan
apa yang manusia katakan diambil dari konten pada pikiran yang sama, maka
dikatakannya konten melalui transformasi dan berinteraksi dengan yang lainnya.
Hubungan antara penekanan bidang teori kognitif dan proses komunikasi manusia
mengarahkan Lewin sebagai nenek moyang studi komunikasi. Kemudian Lewin
mengikuti pendekatan fenomenologikal dalam teori risetnya yang dikombinasikan
dengan ilmu alam. Sebagai bagian dari proses Amerikanisasinya, Lewin berubah
dari philosophical dan fundamental psikologi menjadi lebih aplikatif. Tapi
menurut Lewin, dengan mengaplikasikan sebuah teori merupakan sebuah cara untuk
menguji validitas. Namun demikian karyanya termasuk praktis dan teoritis,
risetnya secara jelas dikendalikan dengan teori dan bukan oleh data.
Tahun 1932, Lewis Terman, kepala Departement of
Psychology di Stanford University menawarkan Lewin mengajar selama enam
bulan, setelah ia terkesan dengan film yang dibuat Lewin. Setelah menyelesaikan
masa mengajarnya, Lewin kembali ke Berlin tapi kemudian ia mengundurkan diri
dari Psychological Institute di University Berlin dan berimigrasi ke Amerika
tahun 1933. Kepindahannya ke Amerika sangat berpengaruh pada karya
akademisinya, merubah dari keahlian awalnya pada persepsi dan psikologi
pembelajaran menjadi seorang psikologis sosial yang tertarik pada prasangka,
kepemimpinan otoriter, dan pengaruh kelompok.
Setelah berada di Amerika, pusat perhatiannya ada
dalam pengaruh kelompok pada perilaku individual. Lewin percaya bahwa
identifikasi dengan sebuah kelompok memberikan cara pandang pada seorang
individu, sebuah perspektif dan sebuah makna pribadi. Ketika seorang individu
menerima informasi melalui sebuah proses komunikasi, makna pesan ditentukan,
bagian dimana kelompok milik seseorang. Perhatian khusus Lewin ada pada
fenomena kebencian pribadi di antara orang-orang Yahudi dan ia menulis artikel
topik ini tahun 1941 yang berargumentasi bahwa di antara anggota kelompok
minoritas senantiasa ada subjek kebencian pribadi.
Selama sembilan tahun di Iowa (setelah sebelumnya
mengajar dua tahun di School of Home Economics di Cornell University), Lewin
mulai tertarik pada psikologi kelompok khususnya yang berasal dari siswa
doktoralnya, Ronald Lippitt yang datang ke Iowa dengan gelar sarjana bidang
kelompok dan dengan pengalaman sebagai seorang eksekutif Pramuka. Kolaborasi
Lewin dan Lippitt menghasilkan eksperimen kepemimpinan kelompok pada pemimpin
autocratic, democratic dan laissez-faire dan berhasil menarik perhatian publik
dan akademisi. Selain itu Lewin juga menjadi lebih seorang psikologis sosial
dalam pemikirannya dan berbeda dengan yang lainnya (Gordon Allport, Muzafer
Sherif, Theodore Newcomb, dan Daniel Katz) yaitu ia mencoba menciptakan dalam
laboratorium situasi penuh kekuasaan sosial yang memberikan perbedaan besar.
Lewin dan Lippitt melakukan riset pada kelompok anak-anak pramuka di Iowa Child
Welfare Research Station. Dan Margaret Mead menyebut apa yang dilakukan Lewin
dan lainnya sebagai ‘experimental anthropology’ karena menciptakan budaya
kelompok dalam laboratorium mereka.
Setelah keluar dari Iowa tahun 1945, Lewin menjadi
pengajar di MIT sampai wafatnya tahun 1947. MIT merupakan tempat dimana Lewin
mempimpin Research Center for Group Dynamics di bawah Department
of Economics and Social Sciences yang berorientasi pada pemecahan masalah
sosial. Lewin beranggapan bahwa riset terapan harus dibimbing dengan ketat
dimana seseorang dapat menguji proposisi teoritis antara riset dasar dan riset
terapan yang mungkin valid dalam fisik dan kimia tidak perlu hadir dalam ilmu
alam.
b)
Hasil Penelitian
Kurt Lewin
Kurt Lewin mengadakan penyelidikan-penyelidikan
mengenai peranan “suasana kelompok” terhadap prestasi kerja dan efisiensi
pekerjaan kelompok itu. Eksperimen yang terkenal dari Lewin yaitu lippit dan
white (1939-1940) yang bertujuan untuk meneliti pengaruh atau peranan dari 3
macam pimpinan terhadap suasana dan cara kerja kelompok. Hasil eksperimennya
diketahui bahwa cara dalm kepemimpinan ada 3, diantaranya :
·
Otoriter adalah pemimpin
menentukan segala-galanya yang akan dibuat kelompok.
· Demokratis dimana kegiatan,
tujuan umum, dan cara-cara kerja kelompok dimusyawarahkan bersama.
·
Laissez-Faire adalah
pemimpin yang acuh tak acuh dan menyerahkan§ penentuan segala cara dan tujuan
kegiatan serta cara-cara pelaksanaannya adalah kepada anggota kelompok itu
sendiri.
Hasil-hasil eksperimen yang dilakukan menyatakan bahwa
cara-cara kepemimpinan yang berlainan itu mempunyai pengaru-pengaruh yang
berlainan pula terhadap suasana kerja kelompok, cara-cara bertingkah laku dan
cara kerja kelompok dalam melaksanakan tugasnya masing-masing.
Dinamika Kepribadian
1.
Energi
Menurut Lewin manusia adalah system energi yang
kompleks. Energi muncul dari perbedaan tegangan antar sel atau antar region.
Tetapi ketidakseimbangan dalam tegangan juga bias terjadi antar region di
system lingkungan psikologis.
2.
Tegangan
Tegangan ada dua yaitu tegangan yang cenderung menjadi
seimbang dan cenderung untuk menekan bondaris system yang mewadahinya.
3.
Kebutuhan
Menurut Lewin kebutuhan itu mencakup pengertian motif,
keinginan dan dorongan. Menurut Lewin kebutuhan ada yang bersifat spesifik yang
jumlahnya tak terhingga, sebanyak keinginan spesifik manusia.
Tindakan (Action)
Disini dibutuhkan dua konsep dalam tindakan yang
bertujuan didaerah lingkungan psikologis.
a)
Valensi
Adalah nilai region dari lingkungan psikologis bagi
pribadi. Region dengan valensi positif dapat mengurangi tegangan pribadi,
akantetapi region dengan valensi negative dapat meningkatkan tegangan pribadi
(rasa takut).
b)
Vektor
Tingkah laku atau gerak seseorang akan terjadi kalau
ada kekuatan yang cukup yang mendorongnya. Meminjam dari matematika dan fisika,
Lewin menyebut kekuatan itu dengan nama Vektor. Vektor digambar dalam ujud
panah, merupakan kekuatan psikologis yang mengenai seseorang, cenderung
membuatnya bergerak ke arah tertentu. Arah dan kekuatan vektor adalah fungsi
dari valensi positif dan negatif dari satu atau lebih region dalam lingkungan
psikologis. Jadi kalau satu region mempunyai valensi positif (misalnya berisi
makanan yang diinginkan), vektor yang mengarahkan ke region itu mengenai
lingkaran pribadi. Kalau region yang kedua valensinya negatif (berisi anjing
yang menakutkan), vektor lain yang mengenai lingkaran pribadi mendorong
menjauhi region anjing. Jika beberapa vektor positif mengenai dia, misalnya,
jika orang payah – dan lapar – dan makanan harus disiapkan, atau orang harus
hadir dalam pertemuan penting – dan tidak punya waktu untuk makan siang, hasil
gerakannya merupakan jumlah dari semua vektor. Situasi itu Bering melibatkan
konflik, topik yang penelitiannya dimulai oleh Lewin dan menjadi topik yang
sangat Iuas dari Miller dan Dollard.
c)
Lokomosi
Lingkaran pribadi dapat pindah dari satu tempat
ketempat lain di dalam daerah lingkungan psikologis. Pribadi pindah ke region
yang menyediakan pemuasan kebutuhan pribadi-dalam, atau menjauhi region yang
menimbulkan tegangan pribadi-dalam. Perpindahan lingkaran pribadi itu disebut
lokomosi (locomotion). Lokomosi bisa berupa gerak fisik, atau perubahan fokus
perhatian. Dalam kenyataan sebagian besar lokomosi yang sangat menarik
perhatian psikolog berhubungan dengan perubahan fokus persepsi dan proses
atensi.
d)
Event
Lewin menggambarkan dinamika jiwa dalam bentuk gerakan
atau aksi di daerah ruang hidup, dalam bentuk peristiwa atau event. Telah
dijelaskan di depan, bahwa peristiwa (event) adalah hasil interaksi antara dua
atau Iebih fakta balk di daerah pribadi maupun di daerah lingkungan. Komunikasi
(hubungan antar sel atau region) dan lokomosi (gerak pribadi) adalah peristiwa,
karena keduanya melibatkan dua fakta atau lebih. Ada tiga prinsip yang menjadi
prasyarat terjadinya suatu peristiwa; keterhubungan (related¬ness), kenyataan
(concretness), kekinian (contemporary), sebagai berikut:
1. Keterhubungan: Dua atau lebih fakta berinteraksi,
kalau antar fakta itu terdapat hubungan-hubungan tertentu, mulai dari hubungan
sebab akibat yang jelas, sampai hubungan persamaan atau perbedaan yang secara
rasional tidak penting.
2. Kenyataan: Fakta harus nyata-nyata ada dalam ruang
hidup. Fakta potensial atau peluang yang tidak sedang eksis tidak dapat
mempengaruhi event masa kini. Fakta di luar lingkungan psikologis tidak
berpengaruh, kecuali mereka masuk ke ruang hidup.
3. Kekinian: Fakta harus kontemporer. Hanya fakta masa
kini yang menghasilkan tingkahlaku masa kini. Fakta yang sudah tidak eksis
tidak dapat menciptakan event masa kini. Fakta peristiwa nyata di masa lalu
atau peristiwa potensial masa mendatang tidak dapat menentukan tingkahlaku saat
ini, tetapi sikap, perasaan, dan fikiran mengenai masa Ialu dan masa mendatang
adalah bagian dari ruang hidup sekarang dar mungkin dapat mempengaruhi
tingkahlaku. Jadi, ruang hidup sekarang harus mewakili isi psikologi masa lalu,
sekarang, dan masa mendatang.
e)
Pengertian Dinamika
Kelompok dan implementasi dalam organisasi
Dinamika kelompok, sebuah konsep yang dicetuskan oleh Kurt Lewin, mengenai
perubahan apa yang terjadi pada diri seseorang dalam perilakunya baik dari segi
emosi, perasaan maupun persepsi terhadap orang lain didalam kelompok (Rogers,
1997: 315).
Lewin meneliti mengenai persoalan Dinamika Kelompok untuk menyempurnakan pengetahuannya mengenai
gaya manajerial dalam sebuah organisasi. Jadi Lewin tidak memandang bahwa
dirinya tengah mempelajari sebuah proses dari sebuah komunikasi, namun lebih
kepada ilmu terapan untuk dapat memberikan sebuah kontribusi yang tepat dalam
ilmu komunikasi. (Rogers, 1994:317)
Dinamika kelompok atau group dynamic, muncul di Jerman pada
menjelang tahun 1940-an, diilhami oleh teori kekuatan medan yang terjadi di
dalam sebuah kelompok, akibat dari proses interaksi antar anggota kelompok. Kurt Lewin adalah seorang ahli psikologi
Jerman penganut aliran gestalt psycology. Kurt Lewin terkenal dengan Force-Field
Theory. Mereka melihat sebuah kelompok sebagai satu kesatuan yang utuh,
bukan sebagai kumpulan individu-individu yang terlepas satu sama lain. Kesatuan
ini muncul sebagai resultan dari adanya gaya tarik menarik yang kuat diantara
unsur-unsur yang terlibat di dalamnya. Unsur- unsurnya adalah manusia yang ada
dalam organisasi, yang masing-masing bertindak sebagai ego, dengan gaya-gaya
tertentu, sehingga terjadilah saling tarik menarik, yang akhirnya menghasilkan
resultan gaya yang kemudian menjadi kekuatan kelompok.
Kemampuan utama untuk mendukung penerapan teori Lewin tersebut tergantung pada seberapa baik organisasi
menguatkan perilaku kelompok yang telah dipelajari dan disiapkan. Sebetulnya,
implementasi yang efektif dalam teori ini memerlukan perilaku yang sama sekali
baru, yang diperoleh anggota organisasi dengan terlebih dahulu adanya sistem
penghargaan yang pantas dan memadai. Dengan adanya sistem penghargaan
organisasi yang pantas dapat meningkatkan kekuatan penerapan. Proses
implementasi sistem ini dapat dilakukan melalui pemberian insentif baru untuk
menguatkan kepusan dan perilaku yang baru, dan atau membangkitkan perilaku yang
baru kemudian tanpa meninggalkan sistem insentif yang sudah berjalan. Namun,
patut jadi pertimbangan, bahwa ketika perilaku baru secara wajar diganti,
setiap kelompok anggota organisasi menjadi lebih mungkin untuk mengembangkan
dan memelihara pilihan untuk berperilaku secara baru pula.
Konsep ini dapat dipakai dan diterapkan dalam kelompok karena manusia
adalah makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari orang lain. Maka perilakunya
akan berubah-rubah dan menjadikan dinamika didalam kelompok.
Berdasarkan pada Force-Field Theory, pada tahap implementasi Lewin
menyodorkan tiga tahap pembaharuan perilaku kelompok, yaitu (1) tahap unfreezing,
(2) moving, (3) refreezing. Tiga tahap pembaharuan ini digambarkan Lewin
sebagai berikut:

Gambar 1.1 Tahapan
Pembaharuan Perilaku Kelompok Menurut Kurt Lewin
Pada tahap pertama, merupakan tahap menyiapkan perilaku yang
dititikberatkan pada upaya meminimalkan kekuatan perlawanan dari setiap anggota
kelompok. Pada tahap kedua, merupakan tahap pergerakan, dengan mengubah orang,
individu maupun kelompok, tugas-tugas, struktur organisasi, dan teknologi. Pada
tahap terahir, merupakan tahap penstabilan perilaku dengan upaya penguatan
dampak dari perubahan, evaluasi hasil perubahan, dan modifikasi-modifikasi yang
bersifat konstruktif.
Langkah selanjutnya, para pimpinan organisasi dihadapkan pada permasalahan
dalam memutuskan apakah proses perubahan perilaku sudah berhasil atau belum
dicapai. Penentuan ini berupaya mengukur kecenderungan dalam peningkatan
hasil-hasil dalam periode waktu tertentu. Dasar pertimbangannya ialah: (1) Apakah
setelah dilakukan perubahan ada peningkatan kepuasan, produktivitas, dan
semacamnya dibandingkan dengan sebelum proses dimulai? (2) Seberapa
besar peningkatan atau kemunduran yang dihasilkan? dan (3) Berapa lama
jangka waktu yang dibutuhkan dalam peningkatan atau kemunduran yang dicapai
itu?
Oleh karena itu, upaya yang dapat dilaksanakan ialah adanya regulasi proses
feed-back melalui optimalisasi Team Building. Tim building adalah
suatu metoda yang dirancang untuk membantu kelompok-kelompok untuk dapat
berperilaku secara lebih efektif dengan mengevaluasi dan meningkatkan struktur,
proses, kepemimpinan, komunikasi, resolusi konflik dan kepuasan para anggota
kelompok secara umum.
Berdasarkan paparan teori tersebut, maka dinamika kelompok secara harfiyah
merupakan sebuah kata majemuk, terdiri dari dinamika dan kelompok, yang
menggambarkan adanya gerakan bersama dari sekumpulan orang atau kelompok dalam
melakukan aktivitas organisasi.
Dinamika merupakan suatu pola atau proses pertumbuhan, perubahan atau
perkembangan dari suatu bidang tertentu, atau suatu sistem ikatan yang saling
berhubungan dan saling mempengaruhi antara unsur yang satu dengan yang lain,
karena adanya pertalian yang langsung diantara unsur-unsur tersebut. Pengertian
dinamika ini lebih menekankan pada gerakan yang timbul dari dalam dirinya
sendiri, artinya sumber geraknya berasal dari dalam kelompok itu sendiri, bukan
dari luar kelompok.
Kelompok menurut Malkolm dan Knowles (1975) adalah suatu
kumpulan yang terdiri dari dua orang atau lebih, dapat dikatakan sebagai sebuah
kelompok apabila memenuhi kualifikasi sebagai berikut:
(1)
Keanggotaan yang jelas,
teridentifikasi melalui nama atau identitas lainnya.
(2)
Adanya kesadaran kelompok,
dimana semua anggotanya merasa bahwa mereka merupakan sebuah kelompok dan ada
orang lain di luar mereka, serta memiliki kesatuan persepsi tentang kelompok.
(3)
Suatu perasaan mengenai
adanya kesamaan tujuan atau sasaran atau gagasan.
(4)
Saling ketergantungan dalam
upaya pemenuhan kebutuhan-kebutuhan, artinya setiap anggota saling memerlukan
pertolongan anggota lainya untuk mencapai tujuan-tujuan yang membuat mereka
bisa menyatu dalam kelompok.
(5)
Terjadinya interaksi,
dimana setiap anggota saling mengkomunikasikan, mempengaruhi dan bereaksi
terhadap anggota lain.
(6)
Kemampuan untuk bertindak
dengan suatu cara tertentu yang telah disepakati, artinya kelompok sudah
merupakan satu kesatuan organisasi yang tunggal dalam pencapaian tujuan
kelompok.
Hubungan psikologis yang nyata dan dinamika seperti tersebut di atas akan
terjadi dan tercapai dengan sendirinya orang-orang yang ada di dalam kelompok
tersebut bergaul secara intensif dalam kurun waktu yang cukup lama, puluhan
bahkan ratusan tahun, seperti yang terjadi dalam kehidupan masyarakat yang
sesungguhnya. Selama kurun waktu yang panjang tersebut selalu terjadi proses
storming (pancaroba) dalam bentuk konflik-konflik dan kerjasama antar individu
atau kelompok warga dengan individu atau kelompok warga lainnya, sampai suatu
saat tertentu mereka menemukan satu kesatuan nilai dan norma yang dipahami dan
disepakati bersama, sehingga terbentuklah sebuah kelompok masyarakat yang
bersifat permanen dengan tradisi budaya yang khas.
Di dalam kelompok usahawan, biasanya terdiri dari anggota-anggota yang
berlatarbelakang yang beragam, temporer, tidak tersedia cukup waktu bagi mereka
untuk dapat bergaul secara intensif, maka hubungan psikologis yang nyata dan
dinamika seperti tersebut di atas hanya bisa terjadi melalui proses percepatan
yang disengaja, dengan fasilitasi
(bantuan) oleh para advisor dalam
menganalisis pertumbuhan kelompok yang sesungguhnya. Untuk itu para advisor
memerlukan berbagai instrumen yang memungkinkan tercapainya kualifikasi
kelompok yang dapat digerakan dalam satu kekuatan secara kolektif
(collective power).
Dengan demikian pengertian dinamika kelompok dapat dirumuskan sebagai:
Suatu metoda dan proses yang bertujuan meningkatkan nilai-nilai kerjasama
kelompok. Artinya metoda dan proses dinamika kelompok ini berusaha menumbuhkan
dan membangun kelompok, yang semula terdiri dari kumpulan individu-individu
yang belum saling mengenal satu sama lain, menjadi satu kesatuan kelompok
dengan satu tujuan, satu norma dan satu cara pencapaian berusaha yang
disepakati bersama.
b. Tahap Pertumbuhan Kelompok
Manusia baik sebagai individu maupun sebagai mahluk sosial selalu berupaya
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk memenuhi kebutuhannya itu, manusia
melakukan berbagai upaya. Upaya tersebut selalu berpedoman kepada pengetahuan
kebudayaan yang dimiliki dan digunakannya untuk mempersepsi suatu obyek yang
dihadapinya dan setelah disertai dengan harapan-harapan tertentu terhadap
obyek, kemudian ia bertindak sesuatu atau berperilaku tertentu terhadap obyek
tersebut, baik berupa benda-benda maupun manusia lain. Hampir tidak ada upaya
seorang individu yang tidak bersentuhan atau tidak memerlukan campur orang
lain. Oleh karena itu manusia selalu memerlukan kehidupan berkelompok.
Pertumbuhan kelompok melalui beberapa fase, yaitu: fase Forming
(fase kekelompokan), fase storming (fase peralihan), fase norming
(fase pembentukan norma), dan fase Performing (fase berprestasi).
Fase-fase terebut dapat diilustrasikan pada gambar 1.2 berikut ini.

Gambar 1.2 Fase
Pertumbuhan Kelompok
1) Tahap Forming (Pembentukan Rasa Kekelompokan )
Pada tahap ini setiap individu dalam
kelompok melakukan berbagai penjajagan terhadap anggota lainnya mengenai
hubungan antar pribadi yang dikehendaki kelompok, sekaligus mencoba berperilaku
tertentu untuk mendapatkan reaksi dari anggota lainnya. Bersamaan dengan
tampilnya perilaku individu yang berbeda-beda tersebut, secara perlahan-lahan,
anggota kelompok mulai menciptakan pola
hubungan antar sesama mereka Pada tahap pertama inilah secara berangsur-angsur
mulai diletakkan pola dasar perilaku kelompok, baik yang berkaitan dengan
tugas-tugas kelompok, atau yang
berkaitan dengan hubungan antar pribadi anggotanya, bangkan mungkin
dengan kelompok-kelompok pesaing dalam berusaha.
Dalam kaitannya dengan tugas kelompok, tujuan kelompok belum jelas dan satu
sama lain masih mencari-cari. Semua anggota mulai meraba- raba dan menjajagi
situasi kelompok. Hubungan satu sama lainnya diliputi oleh perasaan malu-malu,
ragu-ragu, dengan sopan santun yang bersifat basa -basi. Suasana hubungan satu
dengan lainnya masih terlihat kaku, namun pada umumnya setiap individu senang
memperlihatkan aku-nya, dengan menceritakan berbagai keunggulan dirinya secara
lengkap dan berkepanjangan. Produk akhir dari fase forming ini diharapkan
terbentuknya rasa kekelompokan diantara anggotanya.
2) Tahap Storming / Pancaroba (Peralihan)
Upaya memperjelas tujuan kelompok mulai tampak, partisipasi anggota
meningkat. Sadar atau tidak sadar, pada tahap ini anggota kelompok mulai
mendeteksi kekuatan dan kelemahan masing-masing anggota kelompok melalui proses
interaksi yang intensif, ditandai dengan mulai terjadinya konflik satu sama
lain, karena setiap anggota mulai semakin menonjolkan aku-nya masing-masing.
Salah satu ciri penting dari fase ini adalah dengan berbagai cara apapun
anggotanya akan saling mempengaruhi di antara satu sama lain.
3) Tahap Norming (Pembentukan Norma)
Dalam fase ketiga ini, meskipun konflik masih terjadi terus, namun anggota
kelompok mulai melihat karakteristik kepribadian masing-masing secara lebih
mendalam, sehingga lebih memahami mengapa terjadi perbedaan dan konflik,
bagaimana berkomunikasi dengan orang-orang tertentu, bagaimana cara membantu
orang lain dan bagaimana cara memperlakukan orang lain dalam kelompok. Dengan
adanya pemahaman demikian, ikatan (cohesi) dan rasa percaya (trust)
serta kepuasan hubungan dan konsensus diantara anggota kelompok dalam
pengambilan keputusan meningkat, anggota mulai merasakan perlunya kesatuan
pendapat mengenai perilaku yang boleh dan yang tidak boleh ditampilkan dalam
pergaulan kelompok atau norma kelompok, agar kelompok bisa bekerja secara
efektif dan efesien dalam memecahkan masalah yang dihadapi bersama.
Kondisi akhir dari tahap pembentukan norma ini adalah terciptanya suasana
penuh keharmonisan dalam kelompok, sehingga hubungan antar pribadi yang semula
penuh dengan keragu-raguan dan konflik satu sama lain akibat ketertutupan diri,
telah berubah menjadi sarana untuk pemecahan masalah dan penyelesaian pekerjaan
kelompok. Selain itu sudah jelas pula peran apa yang harus dimainkan oleh
setiap anggota dalam penyelesaian pekerjaan kelompok sesuai dengan kemampuan
yang bisa ia berikan kepada kelompok.
4) Tahap Performing (Berprestasi )
Kelompok sudah dibekali dengan suasana hubungan kerja yang harmonis antara
anggota yang satu dengan yang lainnya, norma kelompok telah disepakati, tujuan
dan tugas kelompok serta peran masing-masing anggota telah jelas, ada
keterbukaan dalam komunikasi dan keluwesan dalam berinteraksi satu sama lain,
perbedaan pendapat ditolerir, inovasi berkembang.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dinamika Kelompok
Pada kenyataannya, dinamika kelompok senantiasa dipengaruhi oleh beragam
faktor, antara lain:
1) Tujuan kelompok
Tujuan dinamika kelompok yang diinginkan untuk setiap kelompok dalam
organisasi berfungsi:
- Sebagai lumbung dari ide yang ingin dilaksanakan
- Sebagai ikatan jiwa antara anggota kelompok.
- Menjadi sasaran dan juga menjadi sumber dari konsep perencanaan kerja.
- Menjadi motivasi dalam mengadakan persaingan/aktivitas.
- Menjadi perangsang untuk mendapatkan kepuasan kerja.
- Menjadi arah yang tetap dalam menjalankan tugas kelompok.
2) Interaksi
Paling tidak sebagai petugas pembangunan harus mengenal empat macam jenis
pola interaksi yang terjadi di kelompok/masyarakat, yaitu: (1) Acting, (2)
Co-Acting, (3) Interacting dan (4) Counter Acting. Untuk lebih jelasnya
adalah sebagai berikut:
(1)
Acting dimisalkan
suatu masyarakat desa bekerjasama memperbaiki jalan desa dengan
mengerahkan 100 orang untuk memperbaiki
jalur sepanjang 1 km. Untuk pemerataan berarti 1 orang bisa mendapat bagian 10
meter, yang mempersatukan anggota kelompok adalah adanya pembagian tugas dan
tujuan pekerjaan itu sendiri. Dalam hal ini tidak ada gambaran bahwa antara
individu itu tidak ada usaha untuk saling sama-sama bekerja sesuai dengan
tugasnya. Dinamika tersebut pada tujuan yang ingin dicapai yaitu peningkatan
kualitas pelayanan produk terhadap pengguna.
(2)
Interacting,
maksudnya adalah adanya kerjasama antara beberapa kelompok pada satu pola kerja
yang sama, misalnya untuk memperbaiki jembatan yang menghubungkan dua desa
lurus disusun rencana kerja sedemikian rupa, sehingga sikap kelompok dari desa,
perlakuan yang wajar/adil, semangat kebersamaan akan pekerjaan seperti ini
mulai diuji. Kerjasama seperti itu diperlukan rasa persatuan, solidaritas dan
rasa senasib sepenanggungan diantara anggota kelompok. Dalam bentuk interacting
diperlukan seorang pemimpin yang dapat mempersatukan seluruh anggota kelompok
dalam mencapai tujuannya.
(3)
Co-acting
mengandung pengertian bahwa antara individu dalam kelompok itu terdapat
kerjasama yang erat dalam mencapai/mewujudkan suatu tujuan, misalnya untuk
memenangkan lomba, semua pemain kesebelasan permainan harus kompak/solid, tidak
bisa sendiri-sendiri atau misalnya dua orang pemuda yang mau memikul bersama
suatu balok kayu yang besar, diperlukan kerjasama dengan baik diantara mereka
ketika sedang mengangkut kayu tersebut. Dinamika yang terjadi adalah proses
interaksi anggota dalam mempelajari tujuan berdasarkan komando pemimpin
kelompok.
(4)
Counter acting
dimaksudkan dengan adanya persaingan dari anggota- anggota kelompok, untuk
mengatasnamakan kelompoknya. Dalam
proses interaksi ini juga tersimpan tujuan dari anggota kelompok untuk mencapai
prestasi dengan mendidik anggota terpilih mewakili kelompoknya. Pada counter
acting ini bisa dipraktekkan dalam kegiatan pembangunan masyarakat, misalnya
petugas pembangunan (agent of change) bisa membangkitkan motivasi dalam
semangat kerja kelompok untuk mengejar ketinggalan, melalui pendekatan
“Persaingan” diantara kelompok yang relatif maju dengan yang tertinggal, karena
secara psikologis mereka tidak mau dikatakan mengejar ketinggalnnya dari
kelompok lain, sehingga dalam waktu relatif singkat kelompoknya sudah maju.
d. Norma dan Nilai Kelompok
Norma dan nilai kelompok berarti tata interaksi yang disepakati bersama
yang mengatur sikap dan perilaku anggota dalam kelompok, misalnya: apa yang
boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan anggota dan konsekuensinya yang akan
diberlakukan sama bagi anggota kelompok yang melanggarnya. Setiap kelompok
mengerti akan norma, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis sebagai
pedoman bagi setiap anggota, bahkan menjadi jiwa/perekat dalam mencapai tujuan
kelompoknya.
1)
Perasaan In-Group
Rasa In-Group ini juga biasanya semakin kuat apabila ada tantangan/saingan
dari pihak luar, maka kelompok itu akan meningkatkan perasaan In-Group
tersebut, misalnya: adu lomba antar kelompok, semua anggota kelompok akan
menjalin persatuan dan mencurahkan pikiran, tenaga dan swadayanya untuk
memenangkan perlombaan tersebut. Dinamika yang timbul oleh rasa In-Group ini adalah adanya solidaritas yang
tinggi dan rasa senasib sepenanggungan diantara anggota kelompok dalam mencapai
tujuan kelompok.
2)
Pimpinan dan Suasana
Kepemimpinan
Setiap kelompok mempunyai pemimpin, fungsi dari pemimpin ini tidak lepas
dari bentuk, sifat dan ciri-ciri yang dipimpinnya. Persamaannya terletak pada
operasionalnya yaitu bentuk pemimpin yang mempunyai kewajiban untuk memajukan
kelompoknya untuk membawa dan mengerahkan anggota mencapai tujuan, mengaktifkan
anggotanya dan memperhatikan kesejahteraan anggotanya.
Kepemimpinan seorang pemimpin kelompok akan mendapat respon dari
anggotanya, apakah dia seorang pemimpin yang dinamis, aktif, cakap, bijaksana
atau sebaliknya. Mutu dan penilaian yang diberikan kepada kelompok akhirnya
tergantung pada mutu pemimpinnya. Dengan kata lain dinamika dari suatu kelompok
bersumber dari kedinamisan pemimpin dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya.
Referensi
a.
Tubbs, Stewart, Sylvia,
moss (1996), Human Communication, New York: Mcgraw-hill
b.
Miller, Katherine (2002),
Communication Theories, Texas: Mcgraw-hill
c.
Griffin, Em (2002), A First
look at Communication theory: Newyork: Mcgraw-hill
d.
Rogers Everett (1997), A
History Of Communication study, Newyork: Mcgraw-hill
e.
Santosa, Slamet (1999),
Dinamika kelompok, Jakarta: Bumi aksara
f. Andre Bessie, Web http://andrebessie.blogspot.co.id/2013/04/teori-komunikasi-menurut-buku-little.html
Komentar
Posting Komentar